![]() |
| Situasi penumpukan sampah yang mencerminkan tantangan kinerja pemerintah dalam mengelola layanan kebersihan (sumber: yogyakarta.kompas.com) |
Penulis : Aulia Qonita, Azaria Karunia Utami, Chalimatul Azizah, dan Daffa Alauddin Utomo, UPN veteran Yogyakarta
Suara Time, Opini - Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) terus mencermati dan menangani kondisi penumpukan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan. Lonjakan timbulan sampah dari Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Bantul dalam beberapa waktu terakhir memberikan tekanan besar terhadap kapasitas landfill yang semakin terbatas. Situasi tersebut turut menimbulkan dampak lingkungan dan sosial, seperti bau tidak sedap, gangguan kenyamanan visual, hingga potensi risiko kesehatan bagi masyarakat sekitar. Kondisi ini menunjukkan perlunya langkah penanganan yang lebih terukur, sistematis, dan terintegrasi dalam keseluruhan sistem pengelolaan sampah di DIY.
Namun, karena lahannya terbatas, sampah semakin lama semakin menggunung dan meluas ke kawasan yang sebelumnya tidak direncanakan. Ketika hujan turun, air lindi dari tumpukan sampah bisa mengalir keluar dan menimbulkan risiko pencemaran pada lingkungan sekitar.
Dampaknya semakin dirasakan warga di sekitar TPA. Mereka harus mengatasi bau sampah yang sangat menyengat, meningkatnya serangga dan hewan pembawa penyakit, serta kondisi lingkungan yang kurang nyaman. Di beberapa titik, sampah juga bisa menumpuk sementara ketika truk pengangkut tidak mampu mengejar jumlah sampah yang dihasilkan setiap hari.
Masalah di Piyungan sebenarnya bukan hanya soal tempatnya yang penuh. Fenomena ini menunjukkan bahwa ada permasalahan yang lebih besar dalam sistem pengelolaan sampah di DIY. Pemilahan sampah di rumah tangga masih rendah, fasilitas pengolahan sampah di hulu belum cukup, dan pengelolaan masih sangat bergantung pada satu TPA saja. Oleh karena itu, kondisi Piyungan menjadi tanda bahwa sistem pengelolaan sampah perlu dibenahi secara menyeluruh mulai dari pengurangan sampah di rumah, transportasi, hingga penanganan di TPA agar lingkungan tetap sehat dan masyarakat dapat hidup dengan nyaman.
“Bau menyengat, lindi, dan risiko kesehatan hanyalah sebagian dari dampak yang dirasakan warga ketika sistem pengelolaan sampah gagal mengimbangi timbulan harian.”
Melalui pendekatan Logic Model, Pemerintah Daerah memetakan kebutuhan, kegiatan, hasil yang diharapkan, dan dampak jangka panjang dari upaya penanganan sampah. Pada aspek input, Pemerintah Daerah mengerahkan sumber daya berupa anggaran provinsi maupun kabupaten/kota, armada pengangkut, alat berat, petugas lapangan, serta infrastruktur TPS dan TPS 3R. Berbagai teknologi pengolahan seperti komposter dan rencana fasilitas TPST regional juga menjadi bagian dari dukungan sarana yang disiapkan.
Pada tahap kegiatan, pemerintah memperkuat ritase pengangkutan, menata dan menormalisasi area landfill, melakukan pemeliharaan peralatan, serta meningkatkan sosialisasi pemilahan sampah. Pemerintah juga tengah mendorong pemanfaatan teknologi seperti RDF serta memperluas pendataan timbulan sampah sebagai dasar penyusunan kebijakan.
Serangkaian kegiatan tersebut menghasilkan output berupa peningkatan jumlah sampah yang terangkut, perbaikan penataan landfill, bertambahnya titik pemilahan aktif, serta penguatan konsistensi operasional TPA. Selain itu, pemerintah memperoleh data pengelolaan yang lebih rinci untuk digunakan dalam perencanaan yang lebih akurat.
Apabila langkah-langkah ini berjalan konsisten, outcome yang diharapkan adalah berkurangnya tumpukan sampah di TPS, menurunnya keluhan masyarakat mengenai bau dan pencemaran, serta meningkatnya efisiensi sistem pengelolaan sampah secara menyeluruh. Dalam jangka panjang, upaya tersebut diharapkan memberikan dampak berupa peningkatan kualitas lingkungan, pengurangan risiko kesehatan, serta terwujudnya sistem pengelolaan sampah yang modern dan berkelanjutan.
“Pendekatan Logic Model membantu memetakan bahwa input, kegiatan, dan output yang tepat adalah ketika seluruh tahapan pengelolaan sampah saling terintegrasi.”
Sebagai bagian dari penanganan cepat, Pemerintah Daerah menyiapkan solusi jangka pendek melalui penampungan sementara untuk sampah non-organik, pengaturan ritme pengangkutan, dan gerakan kompos rumah tangga. Di area TPA, pemerintah melakukan penambahan jam kerja operator, penyediaan alat berat tambahan, serta pemasangan pipa lindi darurat untuk mencegah luapan pada musim hujan.
Pada jangka menengah, pemerintah memfokuskan penguatan fungsi TPS 3R, penataan peran pemulung dan pengepul, penerapan kewajiban pemilahan pada kawasan tertentu, serta kerja sama lebih luas dengan industri daur ulang. Upaya ini bertujuan menekan volume sampah yang masuk ke TPA secara berkelanjutan.
Untuk jangka panjang, Pemerintah Daerah berkomitmen melakukan transformasi sistem pengelolaan sampah melalui percepatan pembangunan TPST Regional dengan teknologi pemilahan modern, RDF, dan landfill sehat. Perbaikan internal TPA Piyungan terus dipenuhi melalui penataan ulang timbunan lama, pemasangan lapisan pelindung, serta pengelolaan gas guna mengurangi bau. Sistem digital pencatatan sampah juga akan dikembangkan agar perencanaan pengelolaan dapat dilakukan secara lebih tepat. Pemerintah turut mendorong pengembangan ekonomi sirkular sehingga produk hasil pengolahan seperti kompos, plastik daur ulang, dan RDF memiliki nilai pasar yang stabil.
Pemerintah Daerah DIY menegaskan komitmennya untuk memastikan lingkungan yang bersih, sehat, dan nyaman bagi masyarakat. Penanganan menyeluruh dari hulu ke hilir menjadi kunci dalam mengatasi persoalan sampah secara berkelanjutan, sekaligus menjaga kualitas hidup dan daya tarik daerah sebagai kawasan wisata dan pusat kegiatan budaya.
“Piyungan dapat menjadi titik balik jika pemerintah dan masyarakat bergerak bersama menerapkan pengelolaan sampah yang lebih cerdas dan terintegrasi.”
Disusun oleh: Aulia Qonita, Azaria Karunia Utami, Chalimatul Azizah, dan Daffa Alauddin Utomo, yang masing-masing berperan dalam perumusan konsep, penulisan, dan peninjauan akhir artikel.
“Krisis Piyungan bukan sekadar persoalan menumpuknya sampah, tetapi cerminan bahwa sistem pengelolaan sampah belum berjalan dari hulu hingga hilir.”
Berdasarkan laporan dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan DIY, jumlah sampah yang masuk ke Piyungan terus bertambah setiap tahun. Sementara itu, kapasitas lahan untuk menimbun sampah sudah hampir penuh, sehingga tidak mampu menampung beban yang semakin besar.
Setiap hari, truk-truk sampah datang dari berbagai sumber, mulai dari rumah warga, kawasan wisata, pasar, hingga tempat usaha. Sampah tersebut langsung ditumpuk di area penimbunan.
.jpg)
Komentar0