GUdpBSYpTSd0TSY5TUW8TSC5TA==

Tinjauan Perilaku Konsumen Saat Terjadi Kenaikan Harga Pangan

Penulis: Ade Indriyani Mahasiswa Universitas Pamulang, Program Studi Akuntansi. (Foto: Freepik.com).

Suara Time, Opini - Kenaikan harga pangan merupakan persoalan ekonomi yang berdampak luas, terutama pada kehidupan masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah. Ketika harga kebutuhan pokok seperti beras, minyak goreng, telur, dan sayur-mayur melonjak, konsumen dihadapkan pada dilema dalam mengelola pengeluaran rumah tangga. Fenomena ini tidak hanya memengaruhi daya beli, tetapi juga mendorong perubahan perilaku dalam memilih, membeli, serta mengonsumsi makanan sehari-hari. Dalam konteks ini, penting untuk meninjau bagaimana konsumen beradaptasi dengan perubahan harga serta implikasinya terhadap kondisi sosial dan ekonomi.

Penyebab Kenaikan Harga Pangan

Kenaikan harga pangan bisa dipicu oleh berbagai faktor, baik internal maupun eksternal. Beberapa penyebab utama antara lain:

1. Gangguan Rantai Pasok

   Cuaca ekstrem seperti banjir, kekeringan, dan badai dapat merusak hasil pertanian. Selain itu, bencana alam dan konflik geopolitik seperti perang di negara penghasil bahan pangan menyebabkan terhambatnya distribusi global, sehingga ketersediaan barang menurun dan harga naik.

2. Kenaikan Biaya Produksi

   Harga pupuk, pestisida, bahan bakar, dan transportasi yang meningkat membuat biaya produksi pangan melonjak. Kenaikan ini kemudian dibebankan kepada konsumen melalui harga jual yang lebih tinggi.

3. Pelemahan Nilai Tukar Rupiah  

 Ketika nilai tukar rupiah melemah terhadap mata uang asing, harga barang impor seperti gandum, kedelai, dan daging ikut naik. Kondisi ini memperparah tekanan harga bagi konsumen dalam negeri.

4. Peningkatan Permintaan Global

   Pertumbuhan penduduk dan peningkatan konsumsi di berbagai negara meningkatkan permintaan terhadap bahan pangan, sehingga terjadi kelangkaan dan kenaikan harga di pasar internasional.

Perubahan Perilaku Konsumen

Menghadapi situasi ekonomi yang tidak menguntungkan, konsumen menunjukkan berbagai bentuk penyesuaian dalam perilaku mereka. Beberapa perubahan signifikan yang terlihat di lapangan antara lain:

1. Beralih ke Produk Alternatif yang Lebih Murah

   Konsumen cenderung mengganti bahan makanan yang mahal dengan yang lebih terjangkau. Misalnya, daging sapi diganti dengan ayam, tahu, atau tempe. Produk olahan lokal juga semakin diminati karena lebih murah dan mudah diperoleh.

2. Mengurangi Konsumsi atau Porsi

   Banyak keluarga mulai mengurangi frekuensi makan daging, atau memperkecil porsi makan untuk menyesuaikan dengan anggaran yang tersedia. Beberapa bahkan menghindari makanan tertentu yang harganya naik drastis.

3. Memprioritaskan Produk Lokal dan Pasar Tradisional

   Produk pangan lokal yang tidak bergantung pada impor menjadi pilihan utama karena harganya relatif lebih stabil. Konsumen juga lebih sering berbelanja di pasar tradisional yang menawarkan harga lebih murah dibandingkan supermarket.

4. Pengelolaan Keuangan yang Lebih Ketat

   Konsumen mulai merancang anggaran belanja dengan lebih hati-hati. Mereka membuat daftar belanja, membandingkan harga antar toko, dan memanfaatkan promo atau diskon. Hal ini menunjukkan munculnya kesadaran untuk lebih hemat dan efisien dalam membelanjakan uang.

5. Pemanfaatan Teknologi dan Platform Digital

   Aplikasi belanja online, situs pembanding harga, dan grup komunitas digital dimanfaatkan untuk mencari produk termurah atau informasi tentang promo. Teknologi digital menjadi alat bantu penting dalam upaya menekan pengeluaran.


Dampak Perubahan Perilaku Konsumen

Perubahan perilaku ini tidak hanya memengaruhi individu, tetapi juga berdampak luas pada sektor ekonomi lainnya:

1. Meningkatnya Permintaan terhadap Produk UMKM Lokal

   Produk-produk dari pelaku usaha kecil seperti makanan olahan lokal atau bahan makanan alternatif mengalami peningkatan permintaan, yang turut mendorong pertumbuhan ekonomi mikro.

2. Penyesuaian oleh Pelaku Usaha

   Usaha kuliner dan retail harus menyesuaikan diri dengan kondisi pasar. Beberapa menaikkan harga, mengurangi porsi, atau mengganti bahan baku agar tetap dapat bersaing.

3. Penurunan Asupan Gizi

   Ketika masyarakat hanya mampu membeli makanan murah dan kurang bergizi, risiko gangguan kesehatan meningkat, terutama pada anak-anak dan ibu hamil. Ketahanan gizi keluarga menjadi isu penting di tengah kondisi harga yang tidak stabil.

4. Meningkatnya Ketimpangan Sosial-Ekonomi

   Kelompok rentan seperti buruh harian, petani kecil, dan pengangguran lebih terdampak dibandingkan kelompok ekonomi menengah atas. Ketimpangan dalam akses terhadap pangan sehat dapat menimbulkan masalah sosial jangka panjang.

Kenaikan harga pangan merupakan tantangan serius yang mendorong konsumen untuk melakukan berbagai penyesuaian dalam perilaku belanja dan konsumsi. Meskipun masyarakat menunjukkan kemampuan adaptasi yang cukup tinggi, kondisi ini menuntut perhatian dan intervensi dari pemerintah serta semua pihak terkait agar dampak negatifnya tidak meluas. Ketahanan pangan, stabilitas harga, dan perlindungan terhadap kelompok rentan harus menjadi fokus dalam perumusan kebijakan ekonomi dan sosial ke depan.

Untuk mengatasi dampak kenaikan harga pangan, pemerintah perlu memperkuat sistem ketahanan pangan nasional dengan meningkatkan produksi lokal, memperbaiki sistem distribusi, dan menjaga kestabilan pasokan. Penyaluran bantuan sosial serta subsidi pangan harus dilakukan secara tepat sasaran, terutama untuk kelompok rentan seperti keluarga miskin dan lansia. Selain itu, penting dilakukan edukasi tentang pengelolaan keuangan rumah tangga, konsumsi pangan bergizi, dan cara berbelanja cerdas agar masyarakat dapat tetap sehat dan sejahtera dalam kondisi ekonomi yang menantang. Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat juga sangat penting dalam menciptakan sistem pangan yang tangguh dan berkelanjutan.



*) Penulis adalah Ade Indriyani Mahasiswa Universitas Pamulang, Program Studi Akuntansi.

Komentar0

Type above and press Enter to search.