GUdpBSYpTSd0TSY5TUW8TSC5TA==

Ngopi Tiap Minggu: Gaya Hidup atau Ancaman Finansial Gen Z?

Penulis: Aulia Mardatilla dan Ilmiyatul Afiyah, Akuntansi S1, Universitas Pamulang. (Foto: AI).

Suara Time, Opini - Fenomena nongkrong sambil menikmati kopi bukan hal baru, tapi pada generasi Z (kelahiran 1997–2012), kegiatan ini mengalami pergeseran makna. Tak sekadar minum kopi, ngopi kini telah menjadi gaya hidup, simbol eksistensi sosial, dan ruang ekspresi diri.

Di tengah berkembangnya dunia digital dan budaya “healing”, fenomena ngopi di kafe setiap minggu telah menjadi bagian dari identitas anak muda, terutama Gen Z. Tak hanya soal kopi, tetapi tentang pengalaman seperti tempat estetik, suasana nyaman, Wi-Fi kencang, dan tentu bahan konten di media sosial seperti TikTok dan Instagram, bahkan menjadi bagian dari identitas digital seseorang. Di kota-kota besar dan penyangga seperti Tangerang Selatan, hal ini menjadi sangat umum satu akhir pekan tanpa mampir ke coffee shop bisa terasa “kosong”.

Tidak ada yang salah dengan menikmati secangkir kopi. Bahkan, banyak ide besar dan relasi penting lahir dari meja kopi. Tapi, yang jadi pertanyaan adalah apakah kita sadar dengan dampak kebiasaan ini terhadap keuangan pribadi?

Coba hitung kasar jika seminggu sekali ngopi seharga Rp45.000, dalam sebulan kita menghabiskan Rp180.000. Dalam setahun? Sudah mencapai hampir Rp2 juta. Itu baru kopi belum termasuk makanan ringan atau cemilan, transportasi, atau jastip temen bahkan kopi kedua jika nongkrong berjam-jam. Hal yang rutin ini sering kali luput dari pencatatan keuangan, padahal dampaknya nyata dan lumayan besar jika di jumlah dan di hitung setiap bulan.

Kebiasaan ini, jika tidak disertai dengan kesadaran finansial, dapat menggeser prioritas pengeluaran. Tidak sedikit anak muda yang mengeluh tidak bisa menabung atau merasa “gaji numpang lewat”, padahal sebagian besar dana habis untuk hal konsumtif kecil seperti contoh ngopi setiap minggu atau bahkan setiap hari yang katanya bersifat gaya hidup.

Namun tentu kita tidak melarang ngopi atau nongkrong, yang dibutuhkan adalah keseimbangan dan literasi keuangan atau cara mengatur keuangan. Nikmati kopi, tapi kenali batas. Boleh ngopi, tapi pastikan kita juga punya batasan, simpanan tabungan, atau bahkan sedikit investasi dalam reksa dana atau emas digital bisa menjadi dana darurat, modal usaha kecil, atau biaya kursus pengembangan diri. Sebab menjaga masa depan dimulai dari keputusan-keputusan kecil hari ini  termasuk dalam hal secangkir kopi.

Di sinilah pentingnya edukasi finansial untuk Gen Z. Sekolah, kampus, dan komunitas harus mulai membicarakan soal manajemen keuangan yang praktis dan kontekstual mulai dari budgeting mingguan hingga cara bijak membelanjakan uang gaya hidup.


Menjadi Gen Z di era digital berarti dihadapkan pada banyak godaan gaya hidup. Namun di sisi lain, generasi ini juga paling melek teknologi dan paling cepat beradaptasi. Tinggal bagaimana kita memanfaatkan informasi dan kesadaran diri untuk tidak terjebak dalam gaya hidup konsumtif yang diam-diam menggerogoti.

Ngopi bisa jadi gaya hidup yang menyenangkan dan produktif, asalkan tidak menggerus masa depan finansial. Jadi, sebelum pesan kopi minggu ini, mungkin ada baiknya kita juga memesan kesadaran bahwa sudah cukup hemat bulan ini atau belum?


*) Penulis adalah Aulia Mardatilla dan Ilmiyatul Afiyah, Akuntansi S1, Universitas Pamulang.

Komentar0

Type above and press Enter to search.