GUdpBSYpTSd0TSY5TUW8TSC5TA==

Dari Trending Topic Ke Meja Kebijakan : Demokrasi Digital Dalam Aktivisme Media Sosial

Achmad Kusairi, Mahasiswa Komunikasi Dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah Dan Komunikasi Universitas Islam Negri Sunan Kalijaga Yogyakarta. (Foto: Dok/Ist).

Suara Time, Opini - Negara Kesatuan Republic Indonesia adalah negara dengan menganut system demokrasi, hal ini tertuang jelas pada undang-undang dasar 1945 pasal 1 ayat 2 yang benrbunyi “Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.” Hal ini menjadi pijakan utama bagaiman Masyarakat dapat ikut andil dalam kebijakan yang di ambil oleh pemerintah, baik dalam segi politik, isu sosial, isu lingkungan, hak asasi atau bahkan kebijakan publik yang dampaknya pada kesejahteraan Masyarakat umum.

Dasar terkait negara indonesi sebagai negara demokrasi di tegaskan juga dalam Pancasila sila ke empat yang berbunyi “ kerakyaktan yang di pinpin oleh hikmah kebijasanaan dalam permusyawatan /perwakilan. Abraham Lincoln, presiden Amerika Serikat ke-16 yang dikenal sebagai bapak demokrasi menjelaskan, demokrasi adalah sistem pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Dalam hal ini, rakyat memiliki kebebasan dalam berbagai lini kehidupan, termasuk aktivitas politik.

Nilai-nilai demokrasi tidak terbatas ruang dan waktu, Masyarakat tidak hanya bisa menyuarakan pendapat nya lewat aksi demo di jalan atau di realitas sosial saja. Seiring dengan perkembangan digitalisasi dengan berbagai kecanggihannya, seperti hadirnya platform media sosial yang tidak hanya sebatas media komunikasi antar individu, kelompok atau pun organisasi, hal tersebut juga di manfat kan dengan mengubah lanskap demokrasi yang lebih efektif dan efisien. 


Trending Topic sebagai Barometer Isu Publik 

Dewasa ini media sosial menjadi ruang public baru untuk menyuarakan ke kwatiran atau pun keresahan atas kebijakan pemerintah. Masyakat memanfaat kan betul kekuatan tranding topic atau yang biasa di kenal dengan istilah viral. Fenomena ini membuka jalan bagi setiap kalangan untuk turut serta mewujudkan keadilan dengan cara yang cukup praktis. Dalam hal ini di maksudkan di manapundan kapanpun kini masyarakat dapat berpartisipasi dalam mewujudakan kesejahteraan dengan hal yang cukup sederhana, yaitu dengan hanya meliliki gadged dan kouta internet.

Dengan demikian sorotan atas kebijakan pemerintah semakin luas. Dan bisa di suarakan oleh berbagai Kalangan. Salah satu konten kreator yang selalu menyoroti kebijakan pemerintah dalam setiap postingan baik di akun tik tok nya dengan username @rianfahardi atau di akun instgramnya @rian.fahardi, Ia Bernama lengkap Rian Fahardi seorang mahsiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.  

Rian fahardi merupakan konten creator yang aktif menyuarakan kritikan, pandangan dan opini nya di media sosial. Narasi yang di bawakan nya cukup lugas dan jelas. Dalam setiap orasi yang bersifat edukatif dengan di dukung pemahaman masalah sosial yag cukup mendalam.

Terbaru dalam postingan nya ia mengangkat isu terkait lingkungan yaitu Kepulauan Raja Ampat yang terletak di papua barat. Pulau yang menyimpan keindahan di bawah lautnya, Perairan Kepulauan Raja Ampat memiliki sebaran 574 spesies terumbu karang dan 553 jenis ikan karang (bullseye) dan diketahui sebagai kawasan laut terkaya dengan keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. hingga di juluki surga terkahir. kini terancam rusak akibat tambang nikel yang ber oprasi di wilayah tersebut. 

Vidio dengan tagar (hastag) #saverajaampat yang di posting tanggal 04/06/2025. Rian Fahardi dalam video nya menyuarakan terkait raja ampat yang berpotensi rusak dan meminta fukungan netizen utuk juga ikut mendesak pemerintah di media sosial untuk necabut perizinan pertambangan nikel yang ber oprasi di kepulauan tersebut. 

Video dengan durasi 1 menit 25 detik tersebut sudah di tonton 1.3 juta lebih pasang mata dan sudah di bagikan sebanyak 6.590 kali. Hingga banyak dari Masyarakat yang menyuarakan terkait raja amapt ini. Hingga menjadi tanding topic di berbagai flatfotm media sosial baik tik tok, Instagram bahkan X. 


Transformasi dari Isu Online ke Aksi Nyata

 pada tahun 1972 Maxwell McCombs dan Donald Shaw mengemukakan teori Agenda-Setting teori yang menjelaskan bagaimana media massa memiliki kekuatan untuk mempengaruhi persepsi publik tentang isu-isu apa yang paling penting. Dalam kasus di atas menjadi tolak ukur nya adalah Viralitas dan Salience Dimana suatu isu yang menjadi viral dan trending di media sosial mendapatkan salience (penonjolan) yang luar biasa, menarik perhatian jutaan pengguna dalam waktu singkat.. hal tersebut yang kemudian menjadi mobilitas sosial untuk menyerukan petisi online guna memicu bagaimana respon pemerintah terhadap isu yang sedang tranding. 

Fenomena tersebut terbukti berdampak pada kinerja pemerintah. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia menijau langsung oprasi pertembangan yang ada di kabupaten raja ampat. Dan final nya pada hari selasa, 10 juni 2025 pemerintah mengumum kan pencabutan empat izin usaha pertambangan nikel yang ber oprasi di kabupaten raja ampat terseut. 


Momentum Demokrasi Digital untuk Perubahan Nyata

Sebagai negara demokrasi yang berlandaskan UUD 1945 dan Pancasila, menjamin kedaulatan di tangan rakyat, termasuk partisipasi aktif dalam kebijakan publik. Di era digital ini, nilai-nilai demokrasi tersebut tidak lagi terbatas pada ruang fisik, melainkan telah meluas ke media sosial. Platform digital, dengan fenomena trending topic dan viralitas, telah menjadi barometer efektif isu-isu publik, memungkinkan masyarakat untuk menyuarakan keresahan dan aspirasi dengan cara yang lebih cepat dan efisien.

Contoh konkret dari Rian Fahardi dengan kampanye #saverajaampat membuktikan bagaimana aktivisme media sosial dapat memobilisasi jutaan pasang mata dan menciptakan tekanan publik yang signifikan. Video viralnya tidak hanya meningkatkan kesadaran, tetapi juga secara langsung memicu transformasi dari isu online ke aksi nyata oleh pemerintah. Pencabutan izin usaha pertambangan nikel di Raja Ampat adalah bukti nyata bahwa kekuatan demokrasi digital, yang didukung oleh teori agenda-setting, mampu mendorong respons dan perubahan kebijakan dari meja pemerintahan.

Oleh karena itu, media sosial bukan lagi sekadar alat komunikasi, melainkan arena vital bagi demokrasi digital yang terus berkembang. Ia memberikan harapan bahwa suara rakyat, ketika disuarakan secara kolektif dan terorganisir, memiliki potensi besar untuk membentuk masa depan kebijakan dan memastikan kesejahteraan bersama.


  

*) Penulis adalah Achmad Kusairi, Mahasiswa Komunikasi Dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah Dan Komunikasi Universitas Islam Negri Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Komentar0

Type above and press Enter to search.