![]() |
Haidar Ali M (Direktur Riset dan Kebijakan Publik Eskalasi Strategic Research and Consulting). (Foto: Dok/Ist). |
Suara Time, Malang – Baru-baru ini gelombang massa turun ke jalan dalam aksi demonstrasi yang terjadi di banyak daerah. Salah satunya di Jawa Timur.
Aksi demonstrasi tersebut ditengarai oleh sejumlah isu, salah satunya adalah rencana kenaikan gaji dan tunjangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Demontrasi tersebut memakan nyawa salah satu pekerja ojek online, Affan Kurniawan (alm).
Direktur Riset dan Kebijakan Publik Eskalasi Strategic Research and Consulting, Haidar Ali M turut menyoroti gelombang massa di Jawa Timur. Hal tersebut ia sampaikan pada acara Diskusi Publik yang diselenggarakan oleh Gerakan Kiri Nusantara dan Aktivis Peneleh dengan Tema: "Jawa Timur Membara, Sebenarnya Ada Apa?"
Menurutnya, aksi demonstrasi tersebut pengingat bahwa ada banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa dan Emil Elestianto Dardak.
“Umumnya dalam aksi massa kemarin, sasaran tempatnya itu Markas Kepolisian dan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat. Nah di Jawa Timur kita melihat hal yang berbeda, unik tapi aneh. Yang disasar massa aksi malah Gedung Negara Grahadi. Terlepas dari soal tuding-menuding siapa dalang dibalik aksi demo kemarin, menurut kami ada baiknya jika itu diartikan sebagai warning bagi Gubernur dan Wakil Gubernur,” kata Haidar Ali Muqaddas dalam acara diskusi yang digelar oleh Gerakan Kiri Nusantara dan Aktivis Peneleh di Kampung Mahasiswa, Dau, Kabupaten Malang (07/09/25).
“Namun sedari awal kita perlu menegaskan satu hal, bahwa pembakaran fasilitas umum sama sekali tidak bisa kita benarkan. Apalagi (gedung) Grahadi itu sangat simbolik dan bersejarah,” tegasnya.
Dirinya menjelaskan, demonstrasi diperbolehkan sebagai wujud ruh reformasi. Dirinya mengajak khalayak umum menilai dengan sikap yang adil agar tidak memicu konflik sosial berkepanjangan.
“Mula-mula begini. Demonstrasi itu juga salah satu bagian dari kemerdekaan masyarakat sipil untuk berkumpul, berserikat, dan menyampaikan pendapat. Itu ruh demokrasi yang dihasilkan dari jerih payah reformasi. Artinya, demonstrasi di Jawa Timur kemarin itu motif yang paling bisa dilihat adalah kemarahan rakyat atas situasi politik nasional. Dalam konteks Jatim, oleh mereka ditambahi dengan wujud aspirasi keresahan atas apa yang mereka rasakan di Jatim. Saya kira itu kita bisa lihat dalam banyak wujud, baik yang tersampaikan secara langsung maupun lewat maya,” ungkapnya.
Dirinya mengingatkan beberapa pekerjaan rumah Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur. Salah satu yang terpenting, lanjut dia, adalah kesenjangan sosial dan ekonomi masyarakat Jawa Timur.
"Soal disparitas ini penting sekali. Kita melihat ini dengan jelas. Ada kesenjangan antara satu kabupaten kota dengan kabupaten kota yang lain. Di mana yang mengalami pertumbuhan lebih cepat seperti Surabaya dan Malang, misalnya, dan mana yang agak lamban. Misalnya Madura. Itu hanya sebagai sebuah permisalan dari kondisi umum kabupaten kota yang lain. Disparitas ekonomi ini juga berkorelasi dan berimplikasi disparitas atau kesenjangan sosial. Secara gini ratio, memang menurun angkanya. Tapi gepnya masih lumayan besar," jelasnya.
Persoalan kesenjangan, lanjut dia, menjadi sangat penting disebabkan berkaitan dengan kehidupan sehari-hari masyarakat. Ia berharap Pemprov Jawa Timur bisa mengerjakan pekerjaan rumah tersebut.
"Dalam sebuah pembangunan, tidak ada yang tidak penting, semuanya penting. Tapi khusus soal isu kesenjangan ini, menurut kami strategis sekali. Karena ini berkaitan dengan kehidupan sehari-hari masyarakat. Pendapatan dan pengeluaran masyarakat, dan juga Infrastruktur dasar. Jika ini terus dibiarkan, maka semakin gampang kita melihat mana yang kaya dan mana yang miskin. Ini bahaya betul bagi pemerintahan. Ini teori sederhana aja," ungkapnya.
"Jangankan dalam skala yang luas, dalam suatu sircle perkawanan saja jika kesenjangannya terlalu besar bisa menimbulkan kecemburuan. Artinya salah satu biang kekeosan sosial ya kesenjangan itu," imbuh dia.
Haidar berharap Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa dan Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Elestianto Dardak mampu menyelesaikan persoalan-persoalan mendasar di Jawa Timur. Baginya, hal tersebut bagian dari pertaruhan di periode terakhir.
"Kami dan kita semua berharap kepada putri dan putra terbaik Jawa Timur, yakni ibu Gubernur dan mas Wagub bisa menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada, khususnya yang sedang kita bicarakan. Ini penting bagi hajat masyarakat Jawa Timur, selain itu juga sebagai wasilah agar Gubernur dan Wakil Gubernur bisa Husnul khatimah sampai akhir periode. Apalagi ini periode terakhir bu Khofifah," ungkapnya.
Di akhir, dirinya menanggapi pernyataan gagalnya kepemimpinan Khofifah-Emil di periode keduanya. Menurut Haidar, penilaian tersebut terlalu dini dan irasional.
“Seluruh yang kita bahas tadi itu memang persoalan nyata. Tapi bagi kami, terlalu dini menilai atau mengukur kegagalan pemerintahan Khofifah-Emil yang baru setahun berjalan. Kendati narasi dan penilaian tersebut dipaksakan, bagi publik itu irasional,” pungkas Direktur Riset dan Kebijakan Publik Eskalasi Strategic itu.
Komentar0