![]() |
Penulis: Hani Aprilia, Mahasiswi Universitas Pamulang. (Foto: Dok/Ist). |
Suara Time, Opini - Ketika berbicara tentang masa depan Indonesia, kita sering menekankan pentingnya kecerdasan intelektual dan kemampuan berpikir kritis. Namun, satu hal yang tak kalah penting dan justru menjadi fondasi dalam membangun bangsa yang utuh adalah "rasa"—empati, moral, dan kepedulian sosial. Dan di sinilah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) mengambil peran sentral.
IPS bukan hanya soal memahami sejarah atau mengenal sistem ekonomi. Lebih dari itu, IPS mengajak siswa untuk mengenal dunia dan sesamanya secara lebih dalam. Melalui IPS, siswa belajar tentang konflik dan perdamaian, tentang keberagaman dan toleransi, tentang keadilan dan ketimpangan. Semua itu tak hanya menajamkan nalar, tetapi juga menumbuhkan rasa.
Di tengah tantangan sosial yang semakin kompleks—dari polarisasi, intoleransi, hingga krisis kemanusiaan—pendidikan kita tidak cukup hanya menyiapkan generasi yang cerdas berpikir. Kita butuh generasi yang juga berhati nurani, yang tidak hanya bisa menganalisis masalah, tetapi juga terdorong untuk berbuat.
Sayangnya, IPS kerap direduksi menjadi sekadar hafalan atau pelajaran sampingan. Padahal, jika diberikan ruang dan metode yang tepat—berbasis proyek, diskusi, dan isu nyata—IPS dapat menjadi wadah utama untuk menumbuhkan empati dan kesadaran sosial. Siswa bukan hanya belajar dari buku, tetapi juga dari kehidupan.
Negara ini tidak hanya dibangun oleh kecanggihan teknologi, tetapi juga oleh rasa kemanusiaan yang hidup di dalam diri warganya. Maka, membesarkan peran IPS dalam pendidikan bukan hanya strategi akademik, melainkan investasi moral untuk masa depan Indonesia.
*) Penulis adalah Hani Aprilia, Mahasiswi Universitas Pamulang.
Komentar0