GUdpBSYpTSd0TSY5TUW8TSC5TA==

BEM Nusantara DIY: Pencabutan Izin Tambang Tak Jamin Keadilan Ekologis

BEM Nusantara DIY menegaskan bahwa reklamasi pascatambang harus berpihak pada keadilan ekologis sejati. (Foto: Dok/Ist).

Suara Time, Yogyakarta — BEM Nusantara Daerah Istimewa Yogyakarta menggelar Seminar Nasional bertajuk “Dari Lubang Tambang ke Lahan Harapan: Reklamasi untuk Keadilan Ekologis Pascatambang” di Kampus Institut Teknologi Yogyakarta (ITY), Sabtu (14/6). Acara ini menjadi sorotan publik atas lambannya tanggung jawab negara dan korporasi dalam pemulihan ekologis pascatambang.

Salah satu isu utama yang dibahas adalah pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Raja Ampat, Papua Barat. Meski secara administratif izin telah dicabut, dampak kerusakan lingkungan masih nyata, dan proses reklamasi belum dijalankan secara menyeluruh.

“Pencabutan izin tambang kerap hanya menjadi kamuflase kebijakan. Masyarakat tetap hidup berdampingan dengan lubang tambang dan sumber air yang tercemar,” kata Mohammad Rafli Ilham, Koordinator Daerah BEM Nusantara DIY.

Presiden Mahasiswa ITY, Doniyen, selaku tuan rumah menyatakan kegiatan ini merupakan bagian dari komitmen mahasiswa sebagai agen kontrol sosial. Ia juga menyoroti pentingnya keterlibatan generasi muda dalam isu lingkungan.

“Kegiatan ini adalah pengingat dan bukti komitmen kami untuk terus menyuarakan suara rakyat dan lingkungan. Kehadiran 32 lembaga dari IMTLI menunjukkan bahwa ini bukan sekadar diskusi, tetapi momen penting membangun narasi kolektif,” tegas Doniyen.

Dalam forum ini, Panji Kusumo dari Center of Economic Law Studies mengkritisi paradigma ekonomi ekstraktif yang menurutnya abai terhadap keadilan ekologis. Ia juga menyoroti bahaya narasi transisi energi hijau yang justru menyembunyikan praktik green colonialism.

“Transisi energi adalah mitos jika masih mengorbankan tanah dan masyarakat lokal. Negara-negara besar terus mengekstraksi nikel dan tembaga dari negara-negara selatan demi energi ‘bersih’ mereka,” ujar Panji.

Sementara itu, Ika Arsi Anafiati, dosen Teknik Pertambangan ITY, menyoroti kesenjangan antara kebijakan dan praktik di lapangan. Menurutnya, meski kurikulum teknik kini memasukkan prinsip ESG dan keadilan ekologis, penerapannya masih menghadapi banyak tantangan.

BEM Nusantara DIY menegaskan bahwa reklamasi pascatambang harus berpihak pada keadilan ekologis sejati. Empat poin penting yang disuarakan adalah:

  1. Pengakuan hak masyarakat atas ruang hidup.
  2. Pemulihan ekosistem dan ruang budaya yang hilang.
  3. Penindakan hukum terhadap korporasi perusak.
  4. Keterlibatan aktif warga dalam proses pemulihan.

“Anak muda tidak hanya mewarisi krisis, tapi juga punya kewajiban untuk menjadi aktor perubahan. Kita bersuara bukan sekadar menolak, tapi membayangkan masa depan yang adil dan lestari,” tutup Rafli.

Komentar0

Type above and press Enter to search.